Tentang Saya

Foto saya
seorang gadis biasa yang ingin bercerita tentang bagaimana menariknya naskah kehidupan di tulis ☺

Jumat, 24 Mei 2013

Cerpen : Aku Tak Habis Fikir



AKU TAK HABIS FIKIR
Cipt : Wenti Rizky A

“Permisi…” suara lembut dari belakang membuyarkan lamunanku.
“Iya?” aku menoleh dan memandangnya.
Malaikatkah ?
***
Aku menggengham tangannya erat. Memandang wajahnya yang terkihat begitu indah walau tanpa riasan.
“Aku akan selalu ada disisimu, jadi bertahanlah.”
***
Aku masih terdiam menikmati deguban jantung yang tak menentu.
“Permisi, cari alamat ini.. dimana ya?” lalu gadis itu menyodorkan selembar kertas padaku.
Aku mengambilanya dan membaca sekilas. Aduh, alamat ini, mana aku tahu. Aku menyeringai kuda sambil menatapnya.
“Aku kurangtahu sih, aku bukan warga sini.” Aku menggaruk kepala belakang yang tak gagal.
Tampak raut wajahnya berubah menjadi sedih. Ahh, aku benar – benar tak tega melihatnya seperti itu.
“Hmm, tapi aku bisa bantu cari alamanya kok.”
“Tidak perlu, aku bisa cari sendiri.” Ia tersenyum kemudian memasukkan kertas itu ke dalam tasnya.
“Tapi—“
“Tidak usah repot – repot.” Katanya kemudian hendak beranjak pergi.
“Aku… aku sedang luang kok. Ya, hitung – hitung cari pahala sih.”
Lupakan masalah dosen, kuliah dan pekerjaan. Hanya untuk hari ini. ayolahh, keempatan tidak akan datang dua kali kawannn.
*
Dan akhirnya disinilah kami, dibawah pohon rindang berteduh setelah 3 jam mencari alamat yang tak pasti ini.
“Nih, minum dulu.” Aku memberikan segelas es dawet.
Ia tersenyum dan membasuh keringat yang menetes dari keningnya.
“Jadi, itu alamat apa?” setelah 3jam aku baru berani mengutarakan pertanyaan ini.
“Alamat calon suami aku.”
DEG !!!
Rasanya gelas ini hampir terjatuh. Jadi, selama ini aku berkeliaran dan bolos kuliah demi orang yang sudah hendak bersuami. Lalu aku melihatnya hanya dari sudut mataku, apa yang harus aku lakukan lagi? tapi dia begitu indah. Aku tak tega.
“Kenapa kau tidak mencoba menelponnya atau meminta dia untuk menjemputmu saja?”
“Seandainya aku bisa…” ia tersenyum setelah mengucapkan kalimat itu. Dan aku rasa ada kegetiran dibalik senyum itu.
“Mengapa tidak bisa?!” aku memandangnya penuh keheranan.
“Karena…” ia tertunduk, melihat gelasnya yang masih berisi setengah. “Dia kabur dariku.” Suaranya melemah.
“Kabur?! Kenapa?! Apa dia tidak mencintaimu?! Ahh.. bodoh sekali dia !!” amarahku rasanya meledak – ledak. Tega sekali laki – laki brengsek itu.
Ia tersenyum dan terisak pelan dibawah tundukan wajahnya.
“Ma-maaf, tidak seharusnya aku berkata begitu tentang calon suamimu.”
“Tidak.. kau salah … dia mencintaiku..” ujarnya terisak dan sesegukan,”Jika dia tidak mencintaiku, mana mungkin sekarang aku mengandung anaknya.”
PRANG !!!
***
Aku tak habis, aku baru saja mengantar seorang wanita yang baru aku kenal masuk ke dalam kamar sewaku. Seorang wanita hamil yang sedang mencari calon suaminya yang kabur. Seorang wanita yang membuatku tak tega meninggalkannya sendiri di luar sana.
“Aahh, menjadi orang baik memang sangat menyusahkan!!” aku memnukul kepalaku. Dan menuju ke kulkas, tidak ada yang bisa dilihat disana. Kecuali 2 botol coca cola besar serta 1 cup popmie.
“Astaga. Bagaimana jika wanita itu bangun dan kelaparang?” aku bergegas mengambil kunci motor dan handphone. Sambil berjalan aku menelpon temanku yang kira – kira bisa di andalkan.
“Yoi Sat. kenapa lu nelpon gua malem – malem gini?” suara disebrang sana terlihat menjawab sambil menguap/
“Don, lu tau gak waktu bini lu hamil muda. Apa aja yang dibutuhin bini lu?” aku memasang kunci motor dan mengeluarkan nya dari rumah.
“Susu ibu hamil, buah, camilan, gitu – gitu deh.” Doni menjawab dengan nada aneh, “Woi, buat apa emang? Lu ! jangan bilang lu udah ngamilin anak orang.”
“Kampret ! nggak lah ! yaudah itu aja. Thanks.” Aku menutup telpon dan pergi ke minimarket terdekat.
***
Aku sudah membeli beberapa buah segar dan roti – rotian untuk camilan, sekarang ditanganku sudah ada susu untuk ibu hamil. Tapi rasanya ada yang aneh ketika aku memandang semua ini.
Aku baru satu hari mengenal wanita ini. mengapa harus aku yang bertanggung jawab atas keadaan dirinya? Kemana ayah anak itu ! sepertinya yang aku lakukan ini salah !
***
Seminggu kemudian …
Aku melihatnya keluar dari kamarku dan sudah rapi. Dan.. dengan membawa tasnya ikut serta.
“Kau… mau kemana?” aku menunjuk ke arah tasnya.
“Ini sudah lebih dari cukup untukku Sat. aku tidak bisa terus bergantung padamu. Lagipula, sudah satu minggu aku berada disini dan tidak juga menemukannya.” Dania tersenyum padaku.
“Jadi kau akan pulang?”
“Untuk saat ini, iya. Aku tidak bisa terlalu lelah disini, kasihan dengan bayiku.” Dania mengelus perut kecilnya.
Lalu, beginikah semuanya berakhir?
“Baiklah jika itu maumu. Tapi setidaknya sarapan dulu, aku sudah menyiapkan semuanya . ku dengar itu baik untuk wanita yang hamil muda.” Ujarku acuh tak acuh.
“Sat..”
“Hmm?” aku menoleh ke arahnya ketika hendak pergi ke dapur.
“Terima kasih. Kau adalah dewa penolongku. Aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu.”
Aku melihatnya tersenyum. Inilah senyuman perpisahan terindah darinya.
***
Ini sudah setengah hari dan aku masih berkutat dengan desain desain yang tak kunjung selesai untuk dikirim ke perusahan tempat ku bekerja freelance. Aku sedikit merindukan sosok gadis berbadan mungil itu. Biasanya dia akan menyuguhkan secangkir teh ketika aku sedang bekerja. Dan menyuruhku meminumnya selagi itu masih hangat. Aku melihat keluar jendela untuk mengusir penat, matahari benar – benar tidak memberi toleransi.
Dia sekarang sudah dimana? Saat ini dia sedang hamil muda, berjalan di bawah terik matahari. Bagaimana jika ditengah perjalanan ada orang iseng yang mengganggunya , atau ..
“Ahhhh, perasaan ini benar – benar menyebalkan !”
Aku terburu – buru mengambil kunci motor dan langsung melaju.
***
Dania tidak mungkin berada jauh dari sini, dia orang datangan. Selama aku mengendarai motor bututku ini, tak henti hentinya aku menoleh ke kanan dan ke kiri.
Dan akhirnya, 100meter dari arahku melaju. Aku melihat seorang wanita muda dengan tas yang di bawanya.
“Dania…” aku tersenyum karena telah menemukannya. Tapi kulihat ia sendang bersama seorang lelaki dengan mobil mewah di sampingnya. Laki – laki itu terlihat seperti membentak Dania.
Aku menepikan motor dan bersembunyi untuk mendengar perbincangan mereka. Mungkinkah? Lelaki itu.. ayah dari anak Dania?
“Jangan menjebakku Dania !! tidak mungkin itu anakku !!” laki – laki itu membentak Dania.
“Tapi ini benar – benar anakmu Ron. Aku tidak pernah melakukannya dengan lelaku manapun selain denganmu.” Dania sedikit berteriak tapi suaranya bergetar disana.
“Bisa saja kau berbohongkan? Wanita sepertimu sekarang banyak, berpura – pura lugu dan menjebak bahwa itu anakku. Hanya demi mendapatkan harta. Iya kan?”
Aku mengepalkan tanganku bersiap untuk meninjunya, tapi perkataan Dania mengurungkan niatku.
“Ron, aku tidak pernah seperti itu. Aku benar – benar mencintaimu, dan kau juga mencintaiku kan?”
“Itu dulu, ketika kau masih scui. Sekarang? Cuih!!” laki – laki brengsek itu meludah di depan Dania.
“Ron, kau… tega sekali. Jika kau tidak mencintaiku. Lalu bagaimana dengan anak ini? anak kita?”
“Anak kita? Hahahaa…. Berapa sih yang kau butuhkan Dan? 10juta? 20juta?” nadanya benar – benar menghina Dania.
“Ron, ini anak kita.” Dania memeluk laki – laki seperti itu tidak peduli dengan semua perkataannya.
“Baiklah itu anakku! Maka gugurkanlah ! sekarang juga !!”
Dania langsung melepaskan pelukannya, dan menampar wajar lelaki brengsek itu.
“APA YANG KAU—“
“Aku tak pernah menyangka kau berkata seperti itu Ron ! kau benar – benar tega ! aku tak pernah mengakui bahwa ini adalah anakmu !!” kemudian Dania beranjak pergi dari tempat itu.
Aku sudah tidak bisa menahannya .
BUG !! BUG !! BUG !!!
Tinjuan, hentakan, tendangan sudahku layangkan ke tubuh bajingan itu.
“Satria !! Satria !! Hentikaaann !!”
Dania berlarian menghentikan ulahku. Aku masih tak habis fikir, mengapa Dania mencoba menghentikanku? Itu membuatku semakin ingin membunuh bajingan ini.
“Sat… henti—“
BRUKK !!
Aku melihat Dania terjatuh.
Pingsan !
***
Dia mengalami stress berat, dan tidak baik untuk kehamilannya. Begitu pesan dokter dan perkataanya yang terahir membuat aku berfikir selama menunggunya siuman, “jaga istrimu, demi kebaikan anak kalian.”
Istri? Anak Kalian?
Haruskah aku …

Sudah lebih dari 10jam tapi Dania tak kunjung sadar. Aku menggenggam tangannya erat. Memandang wajahnya yang terlihat begitu indah walalu tanpa riasan.
“Aku akan slalu ada disini, jadi bertahanlah.” Aku mengusap punggung tangannya dan Dania mulai bergerak.
“Dania, kau sadar?” aku berdiri dan meraba keningnya.
“Satria?” suaranya begitu lirih.
Aku mengganguk. Kemudian perlahan air matanya menetes dan memalingkan wajah dari pandanganku.
“Tinggalkan aku sendiri Sat.”
“Tidak Dan, aku tidak seperti Roni. Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri.” Aku melihat bahu Dania bergoyang menahan isakan. “Lagipula, Dokter tadi berpesan aku harus menjaga isitriku demi kebaikan anak kita.”
Dania menoleh terkejut.
“Iya Din, anak kita. Aku akan bertanggung jawab seutuhnya.” Aku meyakinkan Dania dengan menggenggam tangannya.
“Tapi kita baru saja saling mengenal Sat. jangan berfikiran bodoh.” Dania lagi – lagi memalingkan wajahnya.
“tapi aku yakin ini Takdir Tuhan Dan. Aku mencintaimu dan akan menghidupi keluarga kita, walalupun aku hanya bekerja sebagai arsitek biasa dan bekerja di perusahaan kecil. Aku yakin kita bisa hidup bahagia.”
“Tidak bisa Sat. aku tidak berhak menghancurkan kehidupanmu.”
“Kau tidak pernah menghancurkannya Dan. Aku yang memilih jalan hidupku sendiri.”
“Tidak Sat. pulangkan saja aku, ini juga adalah keputusanku.”
***
6 bulan kemudian,
Aku menghirup udara alam dan menikmati semua pemandangan desa terpencil yang sangat jarang aku temui di Jakarta. Aku menepuk ransel yang tergantung berat di belakang, di dalamnya berisi sertifikat LULUS CUMLAUDE sebagai sarjana Teknik Arsitek juga kontrak kerjasama dengan perusahaan ternama di Jakarta.
Akan ku bawa semua ini untuk melamarnya. Fikirku matang sambil membaca sekali lagi alamat yang tertera di selembar kertas yang daritadi aku pegang.
Dari jauh nampak seorang wanita muda dengan perut yang mulai membesar. Lalu aku tersenyum mengetahui siapa dia yang memiliki wajah seperti malaikat itu.
“Permisi…” aku berkata ketika tepat dibelakangnya.
“Ya?” ia menoleh ke belakang dan …
Aku tersenyum.
*tamat*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar