Tentang Saya

Foto saya
seorang gadis biasa yang ingin bercerita tentang bagaimana menariknya naskah kehidupan di tulis ☺

Jumat, 24 Mei 2013

Cerpen : Bintang Paling Terang


mungkin ini gak sebagus cerpen2 yang bertebaran di majalah dan tempat2 lainnya :)
tapi inilah hasil karya ku yang satu per satu bakal di posting :) ini satu di antaranyaa


Bintang Paling Terang
c.b. wenti Rizky


Minggu,10 Oktober 2010
“Langit malem ini bener – bener indah kan Yud?” Riri menoleh kepadaku yang sedang sibuk melihat langit malam ini menggunakan teropong  bintang yang baru  ku beli.
Di senggolnya pundakku, “Hah?! Apa – apa??” tanyaku gelagapan sok tidak mendengar kemudian melihat ke arahnya. Dia hanya cemberut , menekuk mukanya dan mengalihkan wajah ke langit malam.
“Yah ,,,, Riri ngambek deh. Suka gitu ahh..” kataku sambil menyikut lengannya. “Ayolah Riri yang manissss...” ku panggil dia dan aku tahu , dia gembira sekali setiap aku  memanggilnya bagitu. Dan aku tersenyum di hadapannya.
“Yud,,” panggil nya.
“Hemm..” aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya.
“Bintang – bintangnya indah – indah ya??”
“Iya!!” aku menyibukkan diri dengan teropong yang menempel di depan mataku. Tidak mempedulikan dia yang di belakangku.
“Bagus ga?” tanyanya sambil memakai sweater.
“Iyalahh.”
“Di antara bintang – bintang itu, yang mana yang paling indah buat kamu?” tanyanya kemudian melangkah ke sampingku. Dan aku pun menoleh, melihatnya yang tersenyum manis.
“Sini deh! Aku lihatin!” aku merengkuh tubuh mungilnya agar masuk ke dalam longgar antar tubuhku dan teropong, seolah aku memeluk dirinya, tubuhnya menjadi mungil seperti ini, fikirku. “Yang itu Ri, coba lihat deh.” Aku menunjuk satu bintang dan mengarahkan teropong nya ke arah bintang itu.
***
Selasa pagi, 7 september 2010.
Pagi ini, ku siapkan segalanya untuk  praktek diskusi pemaparan. Seperti biasa aku tidak pernah lepas dari Riri karena tidak akan pernah ku lepaskan dia dari diriku. Kali ini pun anggota kelompok ku yaaa... salah satunya Riri. Aku tersenyum sendiri kalau mengingat perkataan – perkataan anak – anak kampus yang bilang kalau kami ini adalah pasangan kekasih. Malah ada yang bilang seperti ini, “wahhh, pokoknya antara Yudi sama Riri mah sudah pasti ya?? Ga perlu di tanyain lagi, paling juga lulus kuliah mereka bakal langsung married.” Aku hanya tersenyum kalau di suguhi perkataan seperti itu.
Padahal, kenyataan nya jauh berbanding. Di antara kami tidak terjalin hubungan yang romantis, hanya sebatas sahabat saja. Entahlah fikiran anak – anak itu apa sih?? Mungkin karena kedekatan kami (dimana ada aku di situ ada Riri, juga sebaliknya ) membuat mereka berfikiran begitu. Tapi tidak aku pungkiri bahwa aku memang memiliki perasaan yang sangat dalam padanya. Tapi aku tidak mempunyai keberanian untuk mengatakannya.
“Hey!! Nona yang suka bengong !! hayo hayooo.. mau kuliah ga??” aku mendatangi rumah nya dan ku dapati dia sedang duduk terbengong, entah apa yang dia fikirkan.
“Ayo!” aku mengulurkan tangan kepadanya, dan pada saat tanganku tersambut olehnya ku rasakan tangannya sangat dingin. Dan baru saja tubuhnya terangkat sedikit, ternyata dia sudah ambruk duluan. Dia pingsan!
***
Rabu, 8 september  2010.
“Aku ga kenapa – kenapa kok Yud.” Dia menepiskan tanganku yang meraba keningnya. “Aku khawatirrr..” aku mengeluarkan sebotol minuman mineral untuknya.
“Kan kata dokter aku cuma dehidrasi aja. Kamu berlebihan ah..” dia meraih botol minuman dariku dan sebelum dia minum, tiba – tiba dia memegangi perutnya.
“Kenapa?” tanya ku cemas, takut terjadi apa - apa. “Perut aku mual Yud..”
Dan tanpa bisa tertahan kan, saat itu juga ku lihat dia muntah – muntah di depan mataku!
***
Jumat, 10 september 2010.
Siang yang terik, dan dia duduk di sampingku selepas praktikum. Tangan nya yang mungil menghapus peluh yang berkeliaran di wajahnya.
“Yud!! Berapa lama lagi mesti nunggu Jean make mobil kamu. Aku capek!” dia mulai menggerutu tak sabaran. “Aku haussss...”tambahnya.
“Ga bawa minum?” aku cemas, kemarin dia bilang kata dokter dia dehidrasi berarti dia perlu minum air yang banyak. Sebagai jawaban dia menggeleng perlahan.
“Ya udah, tunggu sebentar aku beli minum di kantin. Ok? Tunggu disini, ga lama kok.” Dia mengangguk, dan aku berlari secepat kilat untuk sampai di kantin.
Tidak berapa lama kemudian, mungkin hanya 5-7 menit ku tinggalkan dia untuk membeli minum nya.dan saat aku kembali..
“Riri pingsan!! Riri pingsan!!” teriak anak – anak yang mengerubungi tempat dia menunggu tadi. Saat aku masuk lebih dalam ke gerumbulan anak – anak itu, ku lihat dia tergeletak tak berdaya di lantai.
Lagi – lagi ku lihat dia pingsan!
****
Jumat, 17 September 2010.
Aku melangkah menuju kamar 18, dimana dia di rawat. 7 hari sudah dia di rawat setelah kejadian pingsan di parkiran waktu itu. Aku tak habis fikir jika hanya dehidrasi saja, untuk apa dia di rawat selama ini. Tapi setiap ku tanya untuk mengetahui lebih detailnya, dia hanya menjawab, “kata dokter aku ga apa – apa kok. Cuma perlu istirahat aja. Ga usah terlalu khawatir segitunya ah.”
Akhir – akhir ini juga dia menjadi lebih sensitif, entahlah. Selalu mudah tersinggung kalau ada kata – kata yang sedikat saja tidak enak di hatinya. Aku jadi serba salah.
Perlahan ku buka pintu kamarnya, tapi baru saja ku buka sedikit pintunya. Aku mendengar seseorang menangis terisak – isak. Dan suara itu sangat ku kenali, yah.. itu suara dia! Suara Riri!
“Aku ga mau kayak gini terus dok, aku sakittt.” Ku dengar suara benda terhempas, entahlah itu apa. Ku rasa sejenis vas bunga.
“Ya Riri, dokter tahu. Tapi kamu jangan nekat seperti itu, sehat itu ada tahapnya. Bukan dengan mengkonsumsi obat secara berlebihan. Itu malah bisa membuat kamu overdossis dan mengakibatkan fatal untuk diri kamu.”
“Aku ga tahan kalo di perlakuin seperti ini. Aku ga mau! Aku udah ga bisa kayak manusia normal lainnya! Rambut aku tiap hari rontok, berat badan aku semakin turun. Ga ada gunanya aku hidup!”
“Riri!!! Jaga omongan kamu!”
Lemas badan ku mendengar kata – kata yang terlontar dari mulut Riri. Aku ga tahan untuk masuk, tapi ku tahan keinginanku itu karena pasti akan memperburuk keadaan. Ku tutup perlahan pintunya. Ku langkahkan kaki ku untuk meninggalkan tempat itu, dan terakhir kalinya ku dengar ibunya menangis sejadi – jadinya dan menbentak – bentak Riri.
Riri... seperti itukah yang kamu alami? Sebenarnya kamu sakit apa?? Aku ga mengerti, kenapa selama ini kamu menutup – nutupi semuanya dari ku. Apa sebenarnya yang tejadi.
Setengah jam kemudian..
Ku datangi ruang dokter yang menangani penyakit Riri.
“Riri?” dokter itu mengernyitkan dahinya. “Kamu siapanya?” ia melanjutkan.
“Aku teman terdekatnya dok. Tolonglah, aku ga bakal menyebarkan ini. Aku hanya ingin tahu kondisinya yang sebenarnya.” Aku memohon di hadapannya.
Dokter itu menarik nafas perlahan.
“Tolonglah dokk..” sekali lagi aku memohon.
Di lihat nya aku baik – baik, dia berdeham. Kemudian mengambil sesuatu dari lacinya.
“Baiklah, tapi tolong jangan bocorkan kepada siapapun. Saya mohon.” Ujar dokter itu. “Iya dok, saya janji.”
“Riri mengalami proses pencernaan tidak sempurna dalam tubuhnya. Setiap hari dia harus melakukan kemoterapi peredaran darah dan meminum air mineral 3 kali lebih banyak dari orang biasa. Tapi kami juga khawatir, posisi seperti ini membuat tubuhnya terus menerus lemah dan bisa membuat organ dalam tubuhnya terendam air.
“Dari fisik Riri juga tidak mampu menopang tubuhnya yang semakin waktu semakin lemah. Ini bisa berakibat fatal untuk Riri, kejiwaan nya juga bisa terganggu bila dari dia sendiri tidak ada keinginan untuk sembuh. Dia selalu mengatakan kalau dirinya terlalu lelah untuk melakukan semua ini.”
***
Senin, 11 Oktober 2010
“Aku tidak apa – apa kok Yud.” Senyumnya kulihat sangat manis hari ini.
“Kamu tuh, tega – tega nya menyembunyikan semua ini dari aku. Apa kamu kira  aku ga ngerti apa yang kamu rasain? Aku memang ga ngerti, tapi aku tahu kondisi kamu yang—“
“Besok malam kita lihat bintang lagi yuk. Aku pengen lihat bintang yang kemarin. Yang kamu tunjukin itu lho.” Riri memotong omongan ku.
Aku terpaksa tersenyum dan mengangguk mengiyakan permintaan nya. Aku sangat mencintainya, tidak ingin membuat dia terluka sedikitpun. Aku tahu kondisi nya yang sebenarnya, bukan tidak mungkin dia tidak bisa bersama ku lagi. Tapi dokter sudah menggeleng untuk mengatasi kondisinya saat ini.
“Yud, Yud!”tiba – tiba Riri mencari – cari tanganku.”Kamu dimana Yud?”
“Hah?! Kamu kenapa Ri??” aku mengenggam tangannya dengan cemas.
“A-khu ga bi-..sa lih- li hat kamu yh yhuud, pan da--ngan a a.. ku ge  ge lap. Na – nafas a aku, she- se sak.” Aku heran melihat kondisi Riri, matanya terbuka lebar tapi dia tidak dapat melihatku. Dadanya juga sesak.
“Ri, tunggu ya tunggu! Aku panggil dokternya sebentar!” aku berlari meninggalkan dia , mencari dokter dan suster.
“Yud.. yud!! Ak akuu gha bi sha li lihat! J—jgan tinggalin a akhu!!”
“Kondisi Riri menurun, cepat ambil tabung oksigen! Maaf, yang tidak berkepentingan harap keluar.”
Aku menutup mata, mengingat perbincanganku dan dokter sebulan yang lalu.
“Jadi apa yang mesti di lakukan agar kondisi Riri bisa pulih seperti semula dok?” aku syok mendengar pemaparan dokter saat itu.
“Kami tidak tahu, kami tidak mengerti. Kondisi fisik nya bagus, tapi organ dalam tubuhnya tidak berjalan sempurna. Yang kami lakukan saat ini hanya menunggu.”
“Menunggu apa dok? Menunggu Riri mati?!”
“Kami tidak pernah mengatakan itu, tapi kami harapkan semuanya berdoa.”
Aku merasa benar – benar bodoh! Betapa tololnya aku hingga saat ini aku belum mengatakan bagaimana perasaan ku padanya. Kalau sampai ini terlambat—hey! Aku ini ! tidak ada kata terlambat! Riri ku akan baik – baik saja! Kami masih punya janji untuk melihat bintang – bintang lagi! Ririku , bintang ku yang paling terang.. kau akan baik – baik saja!

***

Selasa, 12 Oktober 2010
“Besok malam kita lihat bintang lagi yuk. Aku pengen lihat bintang yang kemarin. Yang kamu tunjukin itu lho.”
Aku tersenyum saat mengingat kalimat terakhirnya pada malam itu. Dan sekarang, yang ku lihat adalah bintang yang  paling terang dalam hidupku tengah tertidur. Tidur dalam damainya. Tak pernah ku siakan hari – hari ku yang pernah ku lewati bersamanya.
Tuhan, sekali ini aku memohon. Tempatkan lah dia di tempat yang paling layak di sisimu. Jagalah dia di sana, jagalah Ririku Tuhan. Hanya dialah bintang ku yang paling terang.

Riri Wijayanti Ningrum
Binti
Eko Wijaya
Lahir : 16-06-1990
Wafat : 12-10-2010

**TAMAT**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar